Pelanggaran Hak Asasi Manusia Terlalu Merajalela di Papua

Pelanggaran Hak Asasi Manusia Terlalu Merajalela di Papua

Kiukiudomino - APARAT keamanan diduga telah melakukan pembunuhan di luar hukum (unlawful killings) terhadap 95 orang di Papua dalam kurun waktu 8 tahun. Hingga kini hampir semua pelaku belum pernah diadili lewat sebuah mekanisme hukum yang independen.

Demikian poin penting dari laporan teranyar Amnesty International Indonesia dengan judul "Sudah, Kasi Tinggal Dia Mati: Pembunuhan dan Impunitas di Papua.

Rinciannya, 56 korban dibunuh dalam konteks non-kemerdekaan dan 39 orang lainnya terkait dengan kegiatan pro-kemerdekaan yang damai, seperti unjuk rasa atau pengibaran bendera Bintang Kejora.

“Papua merupakan salah satu lubang hitam pelanggaran HAM di Indonesia. Di wilayah ini, pasukan keamanan membunuh wanita, pria dan anak-anak selama bertahun-tahun, tanpa kemungkinan untuk dimintai pertanggungjawaban dalam suatu mekanisme hukum yang independen,” ucap Usman dalam jumpa pers di Jakarta, Senin 2 Juli 2018.

Dalam konteks terkait peristiwa non-politik, pembunuhan terjadi ketika aparat keamanan berhadapan dengan aksi protes damai ataupun saat aparat menangkap tersangka yang diduga melakukan tindak kriminal. Bandar Bola Online

Misalnya saja dalam kasus pembunuhan terhadap Petrus Ayamiseba dan Leo Wandagau. Dua pekerja perusahaan tambang emas dan tembaga Freeport itu meregang nyawa saat tengah melakukan aksi protes.

Tak hanya itu, anggota Brimob di Deiyai juga diduga melakukan penembakan tanpa peringatan pada kerumunan yang kemudian membunuh seorang warga bernama Yulianis Pigai pada 1 Agustus 2017.

Sedangkan dalam konteks terkait peristiwa atau aktivitas politik, aparat keamanan juga disebut membunuh di luar hukum orang-orang Papua yang tengah melakukan kegiatan politiknya, termasuk masalah kemerdekaan atau referendum untuk Papua.

Jenis pembunuhan di luar hukum ini terjadi ketika pasukan keamanan berhadapan dengan unjuk rasa damai, serta bentuk-bentuk lainnya, seperti upacara pengibaran bendera ataupun pertemuan agama pada tanggal peringatan.

Amnesty International lantas membeberkan contoh kasus pembunuhan yang merenggut nyawa orang Papua dalam kontes aktivitas politik, di antaranya yakni pelepasan tembakan ke udara oleh tentara dan polisi untuk membubarkan kegiatan Kongres Rakyat Papua II dan menewaskan tiga warga sipil. Kejadian itu terjadi pada 19 Oktober 2011.

Lalu, polisi dan tentara juga disebut melakukan penembakan yang menewaskan 3 orang warga dan melukai 5 orang lainnya ketika membubarkan doa malam damai yang diadakan oleh Isak Kalaibin, seorang anggota kelompok pro kemerdekaan Papua.

Aparat menduga orang-orang dalam kegiatan tersebut akan mengibarkan bendera Bintang Kejora, sehingga singkat cerita terjadi aksi perlawanan dari warga dan terjadi penembakan. Peristiwa itu terjadi di Aimas, Sorong pada April 2013.

Agen Ceme Online - Berdasarkan infografis Amnesty International, dipaparkan bahwa 39 orang meregang nyawa oleh polisi, 27 oleh militer, 28 meninggal akibat operasi polisi dan militer, serta satu orang korban meninggal oleh Satpol PP.

Dalam 69 insiden yang didokumentasikan dalam laporan tersebut, tidak satupun pelaku menjalani investigasi kriminal oleh lembaga independen dari institusi yang anggotanya diduga melakukan pembunuhan.

Dalam 25 kasus tidak ada investigasi sama sekali, bahkan tidak ada pemeriksaan internal. Sementara itu, dalam 26 kasus polisi atau TNI mengaku bahwa mereka telah melakukan investigasi internal, namun tidak mempublikasikan hasilnya. Hanya segelintir kasus yang berujung dengan sanksi disiplin atau pelaku diproses melalui pengadilan militer.

“Kegagalan negara dalam menjamin investigasi yang cepat, independen dan efisien terhadap kasus pembunuhan di luar hukum juga merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia. Investigasi terhadap kasus-kasus ini sangat diperlukan demi memastikan keadilan dan mencegah upaya-upaya pelanggaran di masa mendatang," tegas Usman Hamid.

Usman berujar, kegagalan menginvestigasi dan mengadili pelaku akan membuat aparat percaya bahwa mereka berada di atas hukum. Hal inilah yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan langsung antara impunitas dan pelanggaran HAM.

"Hal ini juga memicu perasaan dendam dan menimbulkan ketidakadilan di Papua.

Kadiv Humas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto meminta Amnesty International bersikap fair dalam memublikasikan laporan tentang pembunuhan di luar hukum di Papua. Pasalnya, personel Polri dan TNI juga kerap menjadi korban kebiadaban kelompok bersenjata di Bumi Cendrawasih.

"Apakah Amnesty hanya melihat (korban) aktivis saja? Masyarakat yang lain bagaimana? Polisi yang disana bagaimana? apakah Polisi bukan manusia? TNI bukan manusia? Yang fair dong," ucap Setyo di Mabes Polri, Jakarta.

Jenderal bintang dua itu menegaskan aparat keamanan selalu memiliki standar operasional prosedur (SOP) dalam melakukan tindakan. Karena itu, penggunaan senjata api yang bisa menewaskan seseorang tidak bisa sembarangan dilakukan.

Setyo juga memastikan aparat akan mengambil tindakan tegas jika ada kelompok bersenjata yang membahayakan masyarakat.

Sementara itu, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menegaskan banyaknya korban yang berjatuhan di Papua sebagaimana laporan Amnesty International bukan hanya terjadi pada pemerintahan Jokowi-JK. Ia memastikan pemerintahan saat ini memiliki komitmen yang tinggi terhadap masalah HAM di Papua.

"Itu evaluasi 10 tahun terakhir, sehingga tidak langsung ditujukan kepada pemerintahan saat ini," ujar Moeldoko di kantornya, Jakarta.